Pengendalian
Nafsu.
Berkali-kali,
didalam waktu sakitnya almarhum Tjokroaminoto mengatakan kepada anaknya : “Lereno
mangan sa’durunge wareg !” yang artinya : berhentilah
makan sebelum kenyang. Perintah ini selalu diulang-ulang, padahal bukan adat
kebiasaan sehari-hari beliau memberi perintah kepada anaknya hingga
berulang-ulang.
Pesan ini dijalankan. Tentu saja tidak seketika itu atau
seketika sesudah wafat almarhum. Tetapi sesudah berlalu rasa sedih-pedih
ditinggalkan orang tua. Untung berlalunya kesedihan itupun tidak memakan waktu
banyak. Memang tiap-tiap waktu kita mengalami kematian, kesedihan pasti
menyelubungi kita. Tetapi kesedihan itu ada saat habisnya.
Cepat atau lambat habisnya kesedihan itu tergantung kepada diri
orang yang menderita kesedihan. Bisa dibikin lama, bahkan menyebabkan luka
dijantung, bisa pula dibikin singkat dengan kesadaran, bahwa tiap-tiap yang
hidup itu mesti mengalami mati.
Pesan ;
“Lereno mangan sa’durunge wareg ! atau
berhentilah makan sebelum kenyang, dijalankan, mudah nampaknya, tetapi
sesungguhnya berat. Tidakkah berat, kalau kita berhenti makan pada waktu lidah
kita belum selesai meni’mati kelezatan makanan? Tidakah berat rasanya, berhenti
makan, diwaktu perut kita belum benar-benar puas? Padahal makanan lezat masih
ada dihadapan kita, dan tidak seorangpun yang akan melarang kita?
Jika pada waktu makan, kita selalu memakai dasar “berhenti
sebelum kenyang” dan benar-benar bisa dijalankan, apa yang terlatih oleh
karenanya? Bukan perut kita ! Sebab meskipun selalu berhenti makan sebelum
kenyang, siperut tetap bisa merasa lapar dan tetap pula bisa merasa kenyang.
Bukan pula lidah kita ! Sebab lidah tetap bisa membeda-bedakan
apa yang lezat dan yang tidak lezat.
Yang terlatih itu ialah hati kita. Tiap-tiap manusia mesti
mempunyai keinginan didalam hatinya, tetapi keinginan itu bisa dikendalikan,
bisa diarahkan kepada jalan yang baik, sehingga menjadi semangat yang membaja.
Latihan “berhenti makan sebelum kenyang” itu pun melindungi
hati, dari keinginan serakah, loba dan tamak, dari perbuatan-perbuatan korupsi
dan sebagainya, tetapi pun menimbulkan kemauan yang keras, untuk mengendalikan
nafsu kita, mendidik kita kepada sabar didalam menghadapi segala malapetaka dan
kekuatan hati didalam menghadapi semua bujukan kepada kenikmatan-kenikmatan
yang dibisikan orang atau iblis kepada kita.
Perkembangan Kecerdasan
“GUNAKANLAH
lima menit setiap malam buat membulatkan pikiran !”
itulah pesan kedua, yang juga berulang-ulang dikatakan. Walaupun didalam
Sholat, kita diharuskan khusu, tak kurang pikiran jarang sekali bisa bulat
kepada Allah yang sedang kita sembah.
Membulatkan
pikiran itu, bukan melamun. Membulatkan pikiran, ialah mengatur pikiran kita.
Banyak orang yang bisa berpikir, tetapi pikirannya itu tidak merupakan daya
cipta, tidak merupakan sebab yang menimbulkan akibat.
Berpikirnya tidak menimbulkan rencana dalam kenangannya, dan meskipun bisa
membentuk rencana, bukanlah rencana yang bisa dikerjakan.
Berpikir
adalah mencipta! Itupun bagi orang yang pandai mengatur cara berpikirnya.
Membulatkan pikiran adalah menghimpun segala pikiran kita kepada
satu soal, kepada satu tujuan!
Tiap-tiap soal yang harus kita pecahkan, tidaklah mudah
pemecahannya itu, jika kita tidak membulatkan pikiran kita kesana. Kita jelajah
soal itu, kita pandang soal itu dari segala sudut!
Pun dalam mendalami ilmu. Tidaklah mudah ilmu bisa meresap
kepada kita, jika tidak dengan sepenuh-penuhnya pikiran kita mempelajari ilmu
itu.
Latihan membulatkan pikiran lima menit tiap-tiap malam itupun
tidak semudah persangkaan orang. Bulat-bulat lima menit, acapkali sebelum lewat
lima menit itu pikiran sudah terbelokan kelain jurusan. Tetapi jika dibiasakan,
pastilah besar manfaatnya, karena kebiasaan membulatkan pikiran itu, memudahkan
kita memecahkan sesuatu soal dan memudahkan kita menyelami sesuatu ilmu.
Dengan cara cepat pula, kebiasaan yang demikian itu menyebabkan
tumbunya perkembangan kecerdasan kita, menyebabkan kecerdasaan kita bernilai
tinggi.
Kehidupan Suci
Pesan ketiga, sebenarnya tidak merupakan pesan, melainkan
merupakan pertanyaan yang sukar dijawab, bahkan sebenarnya sampai kinipun tidak
terjawab.
Almarhum
bertanya berkali-kali : “Bagaimana caranya, supaya bisa
bersih sebelum wudhu?”
Bagi orang Islam, tidak bisa Sholat sah, jika tidak didahului
dengan mengambil air wudhu, meskipun berwudhu sendiri hukumnya sunnat. Jadi
sukarlah kiranya orang bisa mengatakan dirinya sudah bersih (siap) guna
melakukan Sholat.
Tetapi
bagaimanapun sukarnya pertanyaan tak urung pertanyaan itu tetap menjadi bahan
yang ditinggalkan untuk selalu mencari……………….(maaf untuk point ketiga ini
tidak dikutip lengkap semuanya)
Mungkin kelak, salah seorang atau lebih dari Ummat Islam yang
membaca ini bisa mendapatkannya… Wallahu A’lam.. Mudah-mudahan.
Maka
dari mulut-kemulut wasiat sederhana yang diceritakan oleh Anwar Tjokroaminoto
itupun mulai tersiar, kendatipun tersiarnya itu tidak begitu luas !
Kini
wasiat atau amanat sederhana itu yang mula-mula merupakan amanat seorang ayah
kepada anaknya, kini menjadi beberapa rangkaian kalimat pusaka dari almarhum
H.O.S. Tjokroaminoto untuk Ummat, menjadi amanat yang tiada mudah dilupakan.
Referensi
(Sumber) :
H.O. S. Tjokroaminoto : Hidup
dan Perjuangan (jilid ke dua), Amelz, Bulan-Bintang
No comments:
Post a Comment