A. Pedahuluan
Dalam ke-belumsempurnaan iman, dalam diri yang masih bergelimang dosa, izinkanlah hamba yang lemah ini untuk mengajak kita semua sejenak untuk menilik adakah potensi keindahan ketika kita “belajar bersama menjadi karyawan Tuhan”.
Saudara dan saudariku yang di Cintai Sang Pencipta....Sebagai karyawan/ti dari sebuah perusahaan, terkadang anda dihadapkan pada situasi yang memicu perasaan kecewa, tidak puas, kesal, kesewenang-wenangan, penghargaan yang tidak sebanding dengan apa yang telah anda korbankan, perlakuan yang tidak adil, merasa tidak dimanusiakan, janji yang tidak ditepati, rasa khawatir dan lain sebagainya.
Anda tidak perlu berkecil hati, karena perasaan semacam itu mungkin juga dirasakan orang lain, kecuali mereka-mereka yang memiliki kebijakan berpandangan. Mereka selalu tenang dalam setiap keadaan. Dalam situasi seharusnya mereka sedih, justru menebar tersenyum. Saat seharusnya mereka tersinggung, justru mereka tenang-tenang saja. Mereka tetap bekerja dan berdedikasih tinggi walau banyak hal yang mungkin melukai perasaannya.
Adakah anda bagian dari mereka yang selalu menyimpan rasa amarah dan bahkan dendam…???? Ataukah anda mewakili mereka yang selalu tenang dan berprasangka positif dalam segala suasana…???
B. “Pasrah” Kunci Kebahagiaan
Hidup ini tak ada yang sempurna. Keadaan yang kita alami dan rasakan tidak selalu seperti yang kita inginkan. Mungkin Hari ini kita berharap pembagian bonus dilaksanakan, tetapi kemudian tertunda oleh karena kebijakan pimpinan yang tiba-tiba dengan alasan sesuatu hal. Malam ini mungkin kita berencana bersantai bersama keluarga di alun-alun, ternyata hujan deras turun saat semua sudah siap untuk berangkat. Terkadang kita sudah merencanakan segala sesuatunya, tetapi hasil akhir jauh dari rencana yang telah kita gariskan dengan penuh kehati-hatian.
Keadaan demikian adalah beberapa bukti bahwa sesungguhnya ada yang lebih berkuasa diluar diri kita. Kita sesungguhnya hanyalah manusia yang lemah dan penuh kekurangan bila dibandingkan luasnya kekuasaan Sang Pencipta yang berhak penuh atas diri kita. Dia bisa berbuat apa saja terhadap kita sekehenda Nya, sehingga pilihan yang tersedia bagi seorang hamba hanyalah menerima…dan menerima.
Pasrah…adalah pilihan yang paling menarik. Pasrah bukan berarti menyerah dan tidak berbuat apa-apa. Pasrah yang dimaksudkan adalah ikhlas menerima apa saja ketetapan Tuhan setelah kita berusaha maksimal dan mengoptimalkan fikiran,tenaga dan segala sumber daya yang ada.
Tuhan maha penyayang dan senantiasa mengkabulkan do’a hambaNya. Namun, terkadang Tuhan mengabulkan do’a kita dengan cara tidak mengabulkannya. Ketidak terkabulan do’a kita, sesungguhnya adalah bentuk rasa sayang Tuhan yang nyata. Sebab bisa jadi ketika dikabulkan...kita menjadi sombong, merasa hebat dan lupa diri sehingga kita terjerambab pada kesusahan dan kesedihan yang berkepanjangan. Tuhan tidak mau kita menjadi susah karena mengabulkan do’a-do’a kita. Terkadang Tuhan menghadirkan kesedihan, kesusahan, rasa lapar, ketakutan, padahal hal itu cara Tuhan melihat apakah mental kita sesungguhnya sudah siap ketika diberi kebahagiaan dan kesuksesan.
Kita sering khilaf memaknai ”cobaan” dalam hal-hal yang tidak mengenakkan saja, padahal sesungguhnya kesenangan juga bermakna”cobaan”. Kita sering menangis di hadapan Nya ketika kesusahan mendera, tetapi kita sangat jarang menangis tersedu saat kebahagiaan menjelang. Terkadang kemiskinan berkepanjangan begitu menyesakkan, padahal itu adalah sarana Tuhan membentuk mental kita agar siap untuk menerima kejayaan di waktu mendatang. Alangkah sayangnya ketika itu benar-benar cara Tuhan menyiapkan mental kita, tetapi kita gagal dan bahkan membenci Tuhan, hingga kejayaan yang telah dipersiapkan buat kita tidak jadi menghampiri kita.
Pasrah...pasrah..pasrah...adalah sebuah sikap yang akan menggiring kita untuk senantiasa tenang dalam segala keadaan.
C. Men-TUHAN-kan Logika Awal Petaka
Kekecewaan yang sangat mendalam sering berawal dari kesombongan yang tidak kita sadari. Kita terlalu meyakini kemampuan logika kita. Kecerdasan olah fikir kita sering memastikan langkah-langkah yang kita rencanakan akan mendatangkan keberhasilan. Pada akhirnya, kenyataan berikutnya sering jauh dari rancangan kita sebelumnya. Perkawanan dan persahabatan yang panjang, terkadang mendorong kita untuk memberi kepercayaan yang luar biasa, sehingga ketika dia berkhianat suatu saat, kita langsung naik pitam, memaki dan bahkan sering mengumpat segala kebaikan yang pernah kita berikan padanya. Sikap-sikap kita semacam ini telah menghinakan diri kita sendiri. Sikap-sikap ini menegaskan bahwa kita melakukan sesuatu untuk sesuatu, bukan melakukan sesuatu semata-mata karena ingin mulia di pandangan Tuhan. Kita mungkin belum siap memaknai bahwa segala sesuatu yang ada pada kita (fikiran, semangat, harta dan kekayaan) sebagai titipan Tuhan yang harus diterjemahkan dalam bentuk tindakan yang bijak, tindakan yang menegaskan rasa syukur kita atas kemurahan dan kepercayaan Tuhan. Tanpa disadari, mungkin kita sudah terjebak pada rasa kepemilikan yang tinggi atas kebendaan, mungkin kita terjebak pada cinta duniawi hingga kita menghindari agenda berbagi satu sama lain. Keterjebak pada rasa sayang yang berlebihan berakibat logika dan segala potensi yang melekat, kita mobilisasi untuk menumpuk materi yang cukup untuk 7 (tujuh) turunan....Mungkin, tanpa sadar”Logika” sudah menjadi Tuhan dalam diri kita...
Geliat alam yang sering terjadi akhir-akhir ini, seperti tsunami, banjir bandang, letusan gunung merapi, kembali aktifnya gunung krakatau, tabrakan kereta dan lain sebagainya, seharusnya difahami sebagai bentuk penegasan Tuhan, bahwa kekuasaan NYA sungguh tak terbatas. Kita berharap semoga semua itu bukan bentuk kemarahan Tuhan atas ragam khilaf kita sebagai seorang hamba. Semoga semua itu membuat kita berfikir...membuat kita lebih arif dalam menterjemahkan kesempatan hidup yang dititipkan Tuhan dalam diri kita.
d. Belajar Bersama Menjadi Karyawan Tuhan
Sekedar me-refresh ingatan kita, hal yang mendasari ketercipta-an manusia adalah untuk beribadah. Artinya, segala fikiran dan tindakan kita seharusnya dilandasi untuk niat ibadah. Tuhan menciptakan sorga dan neraka sebagai tujuan akhir sekaligus tempat untuk menggolongkan manusia berdasarkan fikiran dan perbuatannya semasa hidupnya. Tuhan menciptakan dunia, sebagai tempat bagi manusia untuk mempersiapkan diri dan menimbun bekal untuk sebuah akhirat yang kekal. Tuhan menganugerahkan fikiran dan hati yang terbungkus dalam raga yang sempurna. Tuhan menciptakan bentangan alam bagi manusia sebagai alat untuk menterjemahkan kesempatan hidup yang dipercayakan. Manusia dibebaskan untuk menggunakan akal fikirannya untuk berbuat apa saja. Tuhan pun menyiapkan tuntunan hidup bagi mereka yang berakal dan mau berfikir. Tuhan mengambil posisi pemberi restu atas segala pinta dan upaya. Tuhan pun mengambil hak untuk memberi cobaan, peringatan dan hukuman atas segala bentuk ke-khilafan dan kelalaian.
Dalam pemahaman sederhana ini, sebagai seorang karyawan sebuah perusahaan, ada sebuah pertanyaan yang mungkin perlu di renungkan secara mendalam, lebih menarik manakah ”memaknai diri kita sebagai seorang karyawan perusahaan” ketimbang ”menjadikan diri kita sebagai ”karyawan Tuhan ???”
Sebagian dari kita mungkin sudah terbiasa dan terlatih menjadi karyawan sebuah perusahaan. Mungkin, sebagian kita juga memiliki segudang rekam jejak pahit manisnya menjalankan profesi yang bernama karyawan. Berbagai aturan dan tata tertib yang harus dipatuhi, berbagai target nominal omzet dan laba yang harus dicapai, berbagai kendala dan masalah yang harus diatasi, berbagai ragam rasa yang pernah ada. Mungkin kita sudah hapal dengan semua itu dan bahkan terkadang kita ingin berhenti, tetapi kebutuhan hidup yang harus tetap tercukupi, memaksa kita untuk terus bertahan.
Mungkin hal berbeda akan kita rasakan...ketika kita mengikrarkan diri menjadi ”karyawan Tuhan”. Dalam pemahaman ini, perusahaan tempat kita bekerja dipandang sebagai media untuk beribadah, sebagai sarana yang kita yakini menginspirasi Tuhan menganugerahi beragam nikmat dalam lingkar hidup kita. Kita bekerja semata-mata karena keinginan untuk mulia di pandangan Tuhan. Bisa dibayangkan, Semua aturan yang ada di lingkungan perusahaan akan kita jalankan dengan sepenuh hati sepanjang aturan tersebut mengarah pada kebaikan dan tidak berseberangan dengan aturan Tuhan. Kita akan terbiasa menghadirkan Tuhan dalam setiap fikiran dan langkah kita, kita akan senantiasa merasa dekat dan di jaga Tuhan. Tak perlu lagi memelihara segala bentuk kekhawatiran dan ketakutan ketika kita bisa pasrah pada Nya. Dengan demikian, kita senantiasa merasa di jaga oleh Tuhan.
Menjadi karyawan Tuhan tampaknya lebih mengasyikkan dan menjadi ketenangan dan kebahagiaan. Kalau demikian adanya, mulai hari ini marilah kita berkomitmen mulai belajar bersama menjadi karyawan Tuhan dengan mengawalinya dengan berlatih hal-hal berikut ini:
1. Meng-ikhlaskan diri menjadi karyawan Tuhan.
Camkan-lah ini tiap kali anda memulai bekerja. Niatkan segala apa yang anda lakukan dalam menjalankan profesi ke-karyawan-an anda semata-mata untuk mencari kemuliaan di pandangan Tuhan. Hadirkan Tuhan pada tiap hela nafas anda. Fahami ragam penugasan dan target yang harus dicapai sebagai cara untuk menciptakan kebermanfaatan anda bagi manusia lainnya.
2. Berlatih Sabar.
Fakta menunjukkan bahwa proses interaksi dengan sesama karyawan atau teman sejawat, ragam sikap dan sifat pelanggan yang kita layani, apresiasi atasan maupun pimpinan atas kinerja kita, terkadang mendatangkan perasaan sedih, ketersinggungan dan amarah. Hadirkan ”sabar” yang akan menjadi pembantu. Fahamilah bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan masing-masing orang punya fikiran dan harapan yang berbeda-beda. Jadikan ketersinggungan dan sakit hati sebagai bahan yang membentuk pribadi untuk lebih sabar dan bijak di mata Tuhan. Fahamilah kekeliruan dan kebiasaan buruk yang bila terjadi di lingkungan anda sebagai sebuah kesempatan atau peluang ibadah melalui mengingatkannya dengan cara-cara persuasif.
3. Pasrah dan percaya akan keadilan Tuhan
Terkadang kita tergoda untuk berfikir betapa enaknya jadi dia, gaji besar dan kerjanya hanya duduk dibelakang meja, sementara anda harus banting tulang dan memeras keringat tetapi gajinya sangat kecil. Atau bahkan teman se-level kerjanya ogah-ogahan tetapi gajinya sama dengan anda yang bekerja tidak kenal lelah. Ingat...anda bekerja untuk Tuhan, anda bekerja bukan untuk lebih baik dimata manusia, tetapi untuk lebih baik dimata Sang Pencipta. Anda harus yakin bahwa Tuhan itu adil. Ketika Tuhan menilai jumlah yang anda terima ”kurang”, maka anda yakin bahwa Tuhan akan menggenapinya dengan cara yang tidak pernah anda duga sebelumnya. Demikian pula sebaliknya, bila jumlah yang anda terima ”lebih”, maka Tuhan akan menguranginya dengan cara yang tidak anda duga sebelumnya. Inilah hukum keadilan Tuhan. Berfikirlah ke belakang sejenak, kalau di hitung-hitung dengan penghasilan anda sebagai karyawan, seharusnya jauh dari cukup dan bahkan mungkin anda dan keluarga sangat layak mati kelaparan. Tetapi faktanya, sampai detik ini anda dan keluarga masih hidup sehat dan bisa tersenyum bersama. Artinya...ternyata rezeki anda memenuhi kebutuhan keluarga tidak hanya bersumber dari gaji di perusahaan, tetapi ada tambahan rejeki dari sisi yang tak pernah anda duga. Inilah fakta..betapa Tuhan adil dan maha penyayang. Ini lah bukti nyata, bahwa Tuhan menambah rejeki ketika apa yang anda terima di perusahaan menurut Tuhan kurang. Oleh karena itu, mulai hari ini pandanglah bahwa ”gaji” yang berasal dari tempat kerja anda, sesungguhnya hanyalah salah satu media pintu rezeki. Dimanapun anda bekerja, bekerjalah dengan ikhlas, sungguh-sungguh dan dilandasi niat mendapat kemuliaan dipandangan Tuhan, bukan untuk baik dipandangan atasan atau pimpinan. Biarlah Tuhan yang akan menetapkan apakah anda di promosikan atau tetap pada posisi yang sekarang, karena sesungguhnya posisi dan jabatan hanyalah semata-mata menunjukkan pembagian tugas dan tanggungjawab. Fahami bahwa semakin tinggi posisi atau jabatan anda, berarti semakin luas area ibadah anda melalui semakin banyaknya orang yang anda bahagiakan.
4. Berlatih untuk senantiasa Bersyukur
Apapun yang datang pada kehidupan anda. Kebahagiaan, kesedihan, rejeki... syukuri-lah. Disatu sisi, bersyukur merupakan bentuk terima kasih yang nyata atas segala pemberian Tuhan, disisi lain bersyukur sesungguhnya salah satu strategi efektif untuk menambah hadinya kenikmatan Tuhan pada diri kita. Bersyukurlah sampai detik ini anda bisa sehat, karena faktanya banyak orang yang sedang sakit dan tak berdaya. Bersyukurlah saat ini anda bisa makan, karena faktanya masih banyak orang yang kelaparan. Bersyukurlah bila anda memiliki sepeda, karena faktanya masih banyak orang yang bisanya jalan kaki. Bersyukurlah anda masih bisa bekerja dan berpenghasilan, karena masih banyak di luar sana yang penggangguran dan berkeinginan seperti anda. Marilah belajar bersyukur sedini mungkin...jangan sampai keadaan mengingatkan anda agar bersyukur.
5. Berlatih untuk Hidup sederhana dan berlatih berbagi
Hidup sederhana adalah gaya hidup yang menjanjikan ketenangan jiwa. Kita tidak bisa pungkiri, modernisasi dunia terkadang menggiring kita untuk bermimpi terlalu jauh, melebihi realitas dan kemampuan kita. Kita sering di goda untuk menyesuaikan zaman hanya untuk mendapatkan ”cap modern dan gaul”. Kita bergonta-ganti kendaraan agar dipandang orang hebat dan kaya raya. Kita sering tergoda dan terjebak pada kebahagiaan semu, bahkan kita sering terjebak ”tidak menjadi” diri kita sendiri. Kita sering memilih gaya hidup demi hebat dimata orang lain, sementara kita bersusah payah untuk hanya mendapatkan ”cap hebat”. Sementara itu kalau kita mau jujur, sesungguhnya diri kita tidak bahagia atas semua itu. Sebagian orang yang juga terkadang memaksakan diri hutang hanya untuk menyelenggarakan pernikahan atau sunatan dengan menggelar pesta meriah dan wah, kemudian mengalami kesusahan di sesudahnya. Semua demi gengsi dan harga diri. Kemuliaan dicari dari hal-hal yang bersifat materialitas. Kita kadang lupa kalau Tuhan itu maha penyayang tak pernah membuat susah hamba Nya dengan segala aturan Nya. Hal semacam ini banyak sekali terjadi hampir di semua sisi kehidupan dan tingkat usia. Mungkin inilah yang dinamakan hedonisme (hubbuddun ya/cinta duniawi). Mulailah hidup sederhana dan tidak berlebihan. Bangun-lah rasa malu untuk bermewah-mewah, lebih baik mulai belajar berbagi dengan tetangga, fakir miskin dan atau melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas positif bernuansa ketuhanan. Bermewah-mewah hanya menjadikan anda konsumtif dan menghamburkan uang secara percuma. Tetapi kalau anda berbagi di jalan Tuhan, sesungguhnya uang anda tidak akan pernah habis dan bahkan dipastikan bertambah, bila anda melakukannya semata-mata untuk kemuliaan di pandangan Tuhan. Marilah mulai membangun semangat berbagi dalam segala hal. Berbagi tidak harus berwujud materi saja, tetapi juga bisa bersifat immateril seperti tenaga dan bahkan senyuman sekalipun. Niatkanlah untuk membuat orang lain bahagia, dengan demikian Tuhan pun akan menghadirkan kebahagiaan bagi kehidupan anda sendiri.
E. Penghujung
Belajar bersama menjadi karyawan Tuhan...Insya Allah menjadikan hidup kita lebih tenang, lebih ikhlas menjalankan profesi karyawan ataupun menjalankan peran sebagai pengusaha. Hidup hanyalah singkat, marilah kita manfaatkan kesempatan hidup ini untuk menumpuk bekal di hari akhir sebagai tujuan sesungguhnya. Marilah kita mulai membangun komunikasi secara ikhlas dalam suasana kebathinan bukan didominasi oleh sebuah kepentingan. Dalam kebelumsepurnaan iman, mari kita sama-sama membangun semangat ”belajar bersama menjadi karyawan Tuhan”...KAH????
No comments:
Post a Comment